04 September 2010
14 August 2010
"Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui."
[QS.An-Nuur : 32]
Dengan keyakinan akan kebenaran dari ayat al-Quran di atas, Alhamdulillah kami telah melangsungkan pernikahan.....
07 July 2010
29 May 2010
Pas pulang kampung, iseng-iseng buka album foto keluarga. Yiaaa amfuun….!!! Koleksi foto-foto saya hancur. Karena lama tersimpan dan jarang dibuka serta kurang perawatan, foto jadi rusak. Disamping itu, suhu ruangan di rumah yang lembab mempercepat kerusakan gambar. Ditambah lagi kualitas foto yang kurang bagus.
Koleksi foto saya memang bukan foto digital. Negative film-nya pun sudah tak ada, hilang entah ke mana. Jadi tak bisa reproduksi lagi. Cetakan foto dari negative film jaman sekarang tak sebagus jaman dulu. Menyesal juga rasanya dulu album foto tidak saya rawat dengan baik. Alhamdulillah ada beberapa foto yang berhasil terselamatkan, termasuk dua foto jadul di bawah ini. Foto-foto itu kini sudah di-scan dan tersimpan dalam bentuk file.
Resepsi pernikahan Bapak & Ibu, entah tahun berapa. Saat itu saya belumlah berwujud... he..he..
Yang ini kira-kira tahun 1983. Satu-satunya foto yg tersisa ketika saya masih bayi yg lucu (.....sekarang pun masih tetap lucu....).
23 May 2010
16 May 2010
Hmm… Udah sebulan lebih nggak posting ke Blog, padahal hampir tiap hari nge-net. Dan hampir tiap hari pula buka blog. Tapi tak ada satupun ide yg menurutku menarik untuk diposting. Apalagi sejak hari kamis sampai sabtu lalu saya pulang kampung dalam rangka mempererat silaturrahim dengan orang tua dan usaha memperluas persaudaraan dengan “calon keluarga baru.” Disamping itu sejak dua pekan lalu saya memang sibuk (atau mungkin hanya sok sibuk) membantu dan memandu adik-adik calon mahasiswa baru yang mendaftar ujian seleksi untuk masuk di beberapa perguruan tinggi di negeri kita yg tercinta ini.
Sejak setahun lalu pendaftaran untuk mengikuti ujian, baik UMB maupun SNMPTN, sudah dilakukan secara online. Hal ini berbeda banget dengan jaman saya mau kuliah dulu. Sebenarnya ini termasuk kemudahan. Tetapi ternyata adik-adik kita calon mahasiswa yang barus saja lulus Es-Em-A itu masih banyak yg lugu dan belum paham teknologi. Apalagi yang datang dari kampung yang tentunya sangat minim sekali pengetahuannya terhadap internet. Mereka mungkin mengenal dunia maya hanya melalui HP. Itupun lebih banyak digunakan untuk facebook-an atau nge-Game.
Banyak sekali kejadian-kejadian unik dan lucu yang bisa membuat saya tersenyum dan kadang juga bikin kesal. Bagaimana tidak, berdasarkan prosedurnya, mendaftar secara online harus dengan foto digital, eh… kok malah yg diserahkan foto cetakan kertas ukuran 3 X 4.
Dari kejadian-kejadian tersebut bisa diambil pelajaran, bahwa dalam melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan harus direncanakan secara matang termasuk mencari informasi yang shahih atau valid.
05 April 2010
Masyarakat kota Jambi, terutama anak-anak mudanya mungkin banyak yg tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan beberapa tempat di Kota Jambi puluhan tahun silam. Melalui foto-foto dibawah ini saya mengajak kita semua untuk melihat kembali suasana Djambi Tempo Doeloe. Foto-foto ini saya dapatkan dari salah seorang sahabat. Sahabat saya mendapatkan foto dari temannya. Mungkin temannya juga mendapatkannya dari kawannya. Saya sendiri tidak tahu dari mana sumber asli foto ini diperoleh. Tidak ada deskripsi yang jelas dan pasti mengenai tampat dan waktu pengambilan gambar.
Dilihat dari gambarnya, sepertinya foto yang masih berwarna sephia ini sudah berumur puluhan tahun dan tentu saja sudah sangat langka. Diperkiraan dibuat antara tahun 50-an hingga 70-an. Di beberapa bagian ada yang sudah rusak. Kemungkinan hasil scan dari foto asli.
Sebenarnya sudah lama saya mencari foto-foto Djambi Tempo Doeloe seperti ini tapi sangat sulit mendapatkannya. Mungkin di Museum Negeri Jambi ada, tapi saya belum sempat berkunjung ke sana.
Tempat dalam dua foto di atas kira kira di tepi sungai Batanghari di mana sekarang sudah berdiri komplek pertokoan dan mall Ramayana. Pasar Angso Duo tampaknya belum dibangun
Ini juga tempat yang sama tapi dari sisi yang berbeda. Sepertinya foto diambil dari atas perahu atau kapal
Saya tidak tahu pasti ini di mana lokasinya. Kemungkinan di sekitar tempat yang sekarang disebut "Pantai Ancol"nya Kota Jambi
Labels: Sejarah
24 March 2010
03 March 2010
Mengerjakan suatu hobi bagi seseorang merupakan pekerjaan yang menyenangkan. Hobi dilakukan biasanya untuk mengisi waktu luang, dan bukan merupakan kegiatan pokok. Karena kalau kegiatan utama bukan disebut hobi lagi, tapi sudah jadi kewajiban. Akan lebih baik jika seseorang punya hobi pada hal-hal yang bermanfaat. Misalnya berguna untuk kesehatan, menambah pengetahuan dan keterampilan, pergaulan yang positif, atau bahkan bisa menambah penghasilan.
Hobi lebih dari satu adalah biasa bagi seseorang. Begitu pun saya. Selain dunia seni gambar-menggambar, saya paling suka bikin kliping. Aktifitas menggunting dan menempel potongan berita atau artikel dari surat kabar atau majalah sangat mengasyikkan bagi saya. Selain menyenangkan, hobi ini tidak memerlukan biaya yang mahal karena alatnya cukup dengan gunting. Biaya mungkin hanya dibutuhkan untuk beli kertas tempat menempel dan lem. Saya sendiri menggunakan buku tulis ukuran sedang atau ukuran diktat. Sebenarnya lebih bagus kalau pakai kertas HVS, tapi harganya lebih mahal. Apalagi nanti harus dijilid lagi. Kalau pakai buku tulis kan tinggal nempelin aja.
Adapun sumber bahannya biasanya saya ambil dari koran atau majalah lama. Biasanya dalam setiap edisi majalah atau koran, ada hal-hal yang menarik menurut saya. Baik itu berupa berita, artikel, atau gambar maupun yang lainnya. Karena saya sendiri nggak berlengganan surat kabar atau majalah, bahan bisa didapat dari teman, tetangga, atau dari bekas beli sendiri. Bahkan kadang kalau ketemu koran yang terbuang di jalanpun saya ambil jika ada yang menarik.
Hobi ini sudah berlangsung sekitar lima tahun. Hobi bikin kliping ini awalnya ketika masih kuliah dulu, saya sering mengumpulkan artikel dan berita tentang asuransi sebagai tambahan data dan informasi untuk membuat skripsi. Sejak saat itulah saya sering nemuin hal-hal menarik di surat kabar. Biasanya koran yang sudah dibaca akan dibuang atau dijual kiloan. ’Kan sayang sekali kalau ada sesuatu yang bermanfaat di buang begitu saja walaupun berita atau artikel lama. Bagi saya, kabar yang sudah lama berlalu jika kita kumpulkan atau dibuat kliping, akan menjadi sebuah buku sejarah. Karena yang namanya buku sejarah itu adalah kumpulan informasi dari masa lampau. Jadi tak ada yang namanya berita basi.
Yang paling sering jadi ’korban’ dan sasaran saya mencari bahan kliping adalah tumpukan koran bekas di DPW. Seperti biasa kalau surat kabar disana habis dibaca oleh Bapak-Bapak Anggota Dewan atau pengurus DPW, itu koran dikumpulin sama Mas Usup, sebelum akhirnya dijual kiloan. Nah, sebelum dijual saya acak-acak dulu.
Hingga kini sudah ada beberapa kliping yang sudah berhasil saya bukukan dengan berbagai kategori. Ada kliping tentang sejarah, artikel kesehatan, Iptek, ekonomi dan politik serta keagamaan. Kliping tentang flora dan fauna juga ada. Kumpulan kartun dan karikatur pun tak ketinggalan. Dan yang paling menarik adalah tentang fenomena-fenomena unik dan lucu di masyarakat.
Dengan buku kumpulan kliping ini saya berharap bisa menjadi dokumentasi sejarah dan sebagai bahan referensi yang berguna dimasa mendatang, minimal bermanfaat untuk diri saya sendiri. Syukur kalau ada orang lain yang bisa mengambil manfaat. Yang paling penting adalah bisa jadi hiburan.
Labels: Cerita Kosong
01 March 2010
Saya punya beberapa hobi, salah satunya di bidang seni, khususnya seni grafis. Kegiatan gambar-menggambar inilah yang paling saya sukai. Bikin gambar kartun atau komik adalah kegemaran saya. Yang paling saya senangi adalah menggambar sketsa dengan pensil 2B atau 3B. Sebenarnya melukis dengan cat air atau cat minyak saya juga suka, tapi karena tidak terlalu menguasai tehniknya maka saya jarang memakainya.
Alhamdulillah, Allah memberikan saya kemampuan menggambar sejak kecil, yang katanya sih itu bakat. Tapi kayaknya bakatnya masih terpendam agak dalam. Seingat saya, sejak usia pra sekolah, saya sudah senang corat-coret. Waktu belum sekolah dulu, bahkan hampir setiap hari bisa menghabiskan satu buku gambar untuk melukis. Saya ingat ketika itu satu buku gambar ukuran kecil harganya Rp 75,- itu sekitar tahun ’89-an. Waktu kecil saya pernah bercita-cita jadi seorang seniman atau pelukis. Bapak pernah punya rencana mau menyekolahkan saya di ISI, dekat kampung halaman di Jogja sana. Tapi itu dulu....
Kalo sudah melihat hasil gambar saya, beberapa teman ada yang menyarankan untuk mengkomersilkannya. Tapi saya masih belum berfikir untuk itu. Menggambar untuk kesenangan sendiri aja sebenarnya udah cukup bagi saya. Alhamdulillah kalau ada teman yang juga bisa menikmati karya saya.
Kalau ada teman yang tanya, gimana sih biar bisa mengambar? Apakah harus punya bakat ? Sebenarnya peran bakat hanya sebagian kecil saja. Kunci yg paling utama untuk bisa menggambar adalah banyak latihan dan terus berlatih biar bisa menghasilkan gambar yang bagus. Untuk pemula, menggambar dengan mencontoh gambar lain adalah cara yang paling disarankan. Nanti kalau sudah terbiasa, bisa menciptakan karakter sendiri yang khas. Hasil gambar saya sebenarnya juga belum bisa dibilang bagus dan rapi. Sampai saat ini pun saya masih belajar dan terus belajar mengasah kemampuan menggambar. Makanya kalau pas ketemu teman yang sama-sama hobi menggambar, saya senang sekali, bisa berbagi ilmu.
Di era digital sekarang ini, perangkat-perangkat menggambar semakin canggih dan menakjubkan. Saat ini saya lagi ‘tergila-gila’ dengan namanya Photoshop. Udah sekitar dua tahun terakhir saya berkenalan dengannya. Dan hasilnya, sungguh sangat ekspresif sekali. Bisa dipakai untuk lucu-lucuan. Dulu waktu masih punya akun di Facebook (sekarang nggak ada lagi), saya sering meng-usil-i teman-teman. Caranya dengan mengedit foto-fotonya, ditambahi atau dikurangi sehingga jadi tampak lucu, kemudian di upload lagi ke dinding Fb-nya. Photoshop juga bisa bikin foto wajah kita yang ganteng berubah jadi lucu, atau wajah yang kurang ganteng jadi tambah jelek.
Kalau sudah keasyikan mengotak-atik foto, saya sering lupa waktu. Mata melek di depan komputer mulai dari ba’da isya sampai jam 3 pagi sudah biasa. Padahal cuma bermodal Photoshop Portable versi 7 atau 8 di flashdis dan komputer pinjaman. Maklumlah, belum punya komputer sendiri. Pengennya sih nanti bisa punya Laptop dan kamera sendiri.
Hobi menggambar ternyata sangat pas jika dipadukan dengan teknologi. Sebenarnya banyak software canggih yang bisa dipakai untuk mengolah gambar, tapi baru Photoshop yang saya bisa. Suatu saat ingin juga bisa pakai perangkat-perangkat canggih lainnya. Kalau ada teman-teman yang bisa CorelDraw, Adobe Ilustrator ataupun program yang lainnya, mohon untuk membagi ilmunya, saya akan sangat senang sekali.
Kamus:
ho·bi n kegemaran; kesenangan istimewa pd waktu senggang, bukan pekerjaan utama
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI/ http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php)
Labels: Cerita Kosong
01 February 2010
Dari Abu Sa'id Al-Khudri Rodhiallohu 'anhu, bahwa Rasululloh Sholallohu 'alaihi wasallam bersabda:
إذا وضعت الجنازة واحتملها الناس أوالرجال على أعناقهم , فان كانت صالحة قالت : قدمونى ، وان كانت غيرصالحة ، قالت : ياويلها أين تذهبون بها ؟ يسمع صوتها كل شىءإلا الانسان ولوسمعه صعق
"Apabila jenazah telah diletakkan (di dalam keranda) dan dipikul oleh manusia atau orang-orang di atas pundak mereka, maka jika jenazah itu orang shaleh, ia akan berkata: 'Segera, segeralah antarkan aku!' Namun apabila jenazah itu bukan orang shaleh maka ia akan berkata: 'Aduh celaka! kalian akan membawanya kemana?!' Segala sesuatu mendengar suara (rintihan)nya kecuali manusia. Seandainya manusia mendengarnya pasti ia terkapar(pingsan)."
[HR. Bukhari]
Hadits diatas oleh Imam An-Nawawi Rahimahulloh, dimasukkan ke dalam Bab. Memadukan Antara Khouf (rasa takut) dan Roja' (berharap) kepada Allah, dalam kitabnya yang terkenal, Riyadhush-Shalihin. Di dalam hadits Rasululloh yang mulia ini tekandung banyak pelajaran yang sangat berharga.
Faedah yang dapat diambil dari hadits tersebut antara lain:
1. Terdapat perintah untuk senantiasa takut kepada Allah dan berharap kecintaan dari Allah., karena tidak ada seorangpun yang bisa memastikan takdirnya dimasa yang akan datang. Takut apabila amalan-amalan yg kita lakukan tidak diterima oleh Allah dan berharap bahwa Allah akan memberikan balasan yang terbaik.
2.Terdapat gambaran tentang dahsyatnya kehidupan setelah kematian.
3. Disyariatkan untuk menyegerakan penyelenggaraan jenazah.
3. Termasuk bagian dari Sunnah yaitu memikul jenazah di atas bahu menuju kuburan. Adapun mengangkut jenazah dengan mobil tanpa ada uzur, misalnya karena jaraknya yang jauh, adalah menyelisihi sunnah.
4. Yang disyariatkan untuk menggotong jenazah adalah laki-laki.
5. Termasuk nikmat yang diberikan Allah kepada manusia adalah tidak dapat mendengar suara rintihan jenazah ketika diusung.
Dikutip dari penjelasan Al-Ustadz Abu Salma Al-Rifaindry dalam kajian Kitab Syarah Riyadhush-Shalihin karya Syaikh Salim Al-Hilali di Masjid Nurul Islam Universitas Jambi.
Labels: Fiqh
27 January 2010
Apa kabar para sahabat di seluruh penjuru jagad maya? Semoga kita semua senantiasa berada dalam kebaikan. Di zama kita sekarang ini, yang namanya nasehat sangatlah kita butuhkan sebagai bekal kita dalam menapaki kehidupan yang memerlukan perjuangan keras ini. Sebenarnya banyak sekali nasehat, hikmah dan pelajaran yang bisa kita ambil dari berbagai tempat dan peristiwa yg terjadi di sekitar kita, tergantung pada kemauan dan pandai-pandainya kita mengambilnya.
Pada kesempatan ini saya mengajak para sahabat untuk mengambil sedikit nasehat dari seorang tokoh yang cukup terkenal di kalangan Dunia Persilatan. Sekaligus kita refreshing sejenak sambil menikmati penggalan kisah dari Pendekar kita yang saat itu masih sebagai pemuda yang lugu yang hendak turun gunung.
BAB DELAPAN
.......
Sinto Gendeng tertawa melengking-lengking. Dan sehabis tertawa tadi maka diulanginya nyanyian tadi. Nyanyian yang membuat hati Wiro Saksana menjadi tergetar.
Pitulas taun wus katilar,
Pucuking Gunung Gede isih panggah kaya biyen mulo,
Langit isih tetep biru,
Wulan lan suryo isih tetep mandeng lan kangen,
Pitulas taun agawe kang tua tambah tua.
Pitulas taun ndadekake bayi abang dadi pemuda kang gagah,
Pitulas taun wektu perjanjian,
Pitulas taun wiwitane perpisahan,
Pitulas taun wekdaling pamales.
Wiro duduk menghamparkan diri di bawah sebatang pohon di seberang pohon jambu klutuk. Dilihatnya gurunya menghela nafas dalam beberapa kali.
”Dadamu sesak Eyang? Aku bisa tolong urut....”
”Diam!” bentak Sinto Gendeng. Wiro menggaruk kepalanya dan diam.
”Aku mau bicara sama kau!” kata Sinto Gendeng pula.
”Bicara apa Eyang....?” Pemuda ini mulai bicara sungguh-sungguh karena dilihatnya gurunya juga bicara sungguh-sungguh.
”Berapa lama kau tinggal di sini bersamaku, Wiro?!”
”Murid tidak ingat....”
”Gelo betul! Buat apa aku ajar tulis baca dan berhitung sama kau?!”
”Mungkin sepuluh tahun, Eyang....”
”Goblok! Tujuh belas tahun, tahu?!”
Wiro tertawa, ”Iyyaa.... tujuh belas tahun Eyang,” katanya pula.
”Kuharap hari ini kau jangan bicara sinting sama aku, Wiro!” bentak Sinto Gendeng dan matanya masih terus menatap ke timur.
”Kau lihat matahari itu?”
”Lihat Eyang....” jawab Wiro seraya memandang ke timur.
”Matahari itu masih tetap matahari yang dulu juga, masih sama dengan matahari tujuh belas tahun yang silam. Puncak Gunung Gede ini juga masih seperti dulu juga. Cuma yang tua tambah tua, yang orok jadi pemuda! Cuma dunia luar yang banyak berobahnya!”
Wiro Saksana mendengarkan dengan sungguh-sungguh karena tak pernah dilihatnya gurunya bicara seperti itu sebelumnya. Kemudian terdengar kembali suara sang nenek.
”Tujuhbelas tahun. Sekian lama kau tinggal bersamaku. Belajar tulis baca, belajar ilmu silat, belajar segala kesaktian. Tapi kau jangan lupa! Kudu inget! Ilmu dan segala kesaktian apa yang telah aku berikan sama kau semuanya adalah masih sangat terlalu kecil, terlalu sedikit, sama sekali tidak ada artinya jika dibandingkan dengan ilmu kekuasaan Gusti Allah. Kau mengerti, Wiro?”
”Ya, Eyang....”
”Karena itu kau musti sadar, kudu ingat. Kalau ini hari kau sudah menjadi sakti mandraguna yang tak sembarang orang bisa menandingi kau, tapi hal utama yang musti kau lakukan ialah menjauhkan diri dari segala sifat yang tidak baik! Kau jangan sekali-kali bersifat sombong, congkak dan takabur! Pakai semua ilmu yang kuberikan untuk menolong sesama manusia, untuk kebaikan. Kalau kau nyeleweng, kau akan dapat balasan sendiri di kemudian hari! Kau musti ingat bahwa bukan kau saja yang sakti di dunia ini. Kau musti sadar bahwa diluar langit ada langit lagi. Kau sadar, Wiro?”
”Sadar, Eyang....”
”Ingat?”
”Ingat,Eyang....”
”Ingat.... ya ingat! Manusia ingat dengan pikirannya, sama otaknya! Tapi aku tak mau kalau kau cuma sekedar mengingat saja karena setiap ada ingat musti ada lupa. Dan manusia manapun selagi bernama manusia, suatu ketika tetap akan membawa sifat lupa itu. Lupa dan kelupaan. Yang penting ialah kau musti menanamkan sedalam-dalamnya ke dalam hatimu, ke dalam sanubarimu, ke dalam aliran kau punya darah, ke dalam detakan jantung, ke dalam hembusan nafas! Sesuatu itu, jika ditanamkan dalam-dalam laksana sebatang pohon, jadinya tak satu tanganpun yang sanggup mencabutnya dari bumi karena dari hari ke hari akar yang membuat pohon itu tegak semakin kokoh dan jauh masuk ke dalam tanah!” Kesunyian menyeling beberapa lamanya. Kesunyian ini dipecahkan oleh suara Eyang Sinto Gendeng kembali.
”Hari ini adalah hari yang penghabisan kau berada di sini, Wiro!”
”Eyang....,” terkejut Wiro Saksana mendengar kata-kata gurunya yang tiada
disangkanya itu.
”Kau terkejut....? Tak perlu terkejut. Di dunia ini selalu ada waktu bertemu selalu ada waktu perpisahan. Waktu datang dan waktu pergi! Aku telah selesai dengan kewajibanku memberikan segala macam ilmu kepada kau dan kau sudah selesai dengan kewajiban kau yaitu menuntut dan mempelajari ilmu itu dari-ku....”
Dalam duduknya itu Wiro Saksana jadi tertegun. Jadi rupa-rupanya apa yang dinyanyikan oleh Eyang Sinto Gendeng tadi ada hubungannya dengan peri kehidupannya. Cuma yang belum dimengerti Wiro ialah barisan kalimat, Tujuh belas tahun masa perjanjian.... tujuh belas tahun saat pembalasan....
Eyang Sinto Gendeng tiba-tiba melayang turun ke tanah kembali. Dia berdiri di hadapan muridnya. Dan mulai lagi bicara.
”Segala apa yang ada di dunia ini selalu terdiri atas dua bagian, Wiro! Dua bagian yang berlainan satu sama lain tapi yang menjadi pasangan-pasangannya....”
Wiro Saksana kerenyitkan kening tak mengerti.
”Misalnya Eyang?” tanyanya.
”Misalnya...., ada laki-laki ada perempuan. Bukankah itu dua bagian yang berlainan? Tapi merupakan pasangan?!”
”Betul Eyang....”
”Misal lain.... ada langit.... ada bumi. Ada lautan ada daratan. Ada api ada air.... ada panas ada dingin. Ada hidup ada mati, ada miskin ada kaya. Ada buta ada melek. Ada lurus ada bengkok, ada panjang ada pendek, ada tinggi ada rendah, ada dalam ada cetek! Semuanya selalu begitu Wiro. Kemudian.... ada susah ada senang, ada tertawa ada menangis. Di atas semua itu ada satu yang tertinggi. Yang satu ini ialah penciptanya. Siapa yang ciptakan kau, Wiro....?”
”Tidak tahu Eyang....”
”Bogrol!”
”Aku tahu Eyang....”
”Siapa?”
”Ibu sama bapakku.”
”Siapa yang mencipatakan ibu sama bapak kau?”
”Nenek sama kakek....”
”Yang menciptakan nenek sama kakek....?”
”Nenek dari nenek dan kakek dari kakek....”
”Dan yang menciptakan nenek dari nenek serta kakek dari kakek....?”
”Ya nenek dari nenek dari nenek dan kakek....”
”Geblek!” bentak Sinto Gendeng.
”Manusia tidak pernah bisa menciptakan manusia! Bapak kau kawin sama ibu kau dan ibu kau cuma melahirkan kau, lain tidak!! Ibu kau dilahirkan sama nenek, kau begitu seterusnya goblok! Semua manusia ini, semua apa saja di dunia ini diciptakan oleh Yang Satu. Oleh Gusti Allah! Hal-hal yang dua itupun juga diciptakan dengan kodrat iradatnya Gusti Allah. Gusti Allah ciptakan laki-laki juga Dia ciptakan perempuan. Gusti Allah bikin langit, juga bikin bumi. Bikin orang-orang susah juga bikin orang-orang senang. Bikin manusia-manusia kaya juga bikin manusia-manusia miskin. Sekarang aku mau tanya sama kau. Berapa kau punya mata?”
”Dua, Eyang.”
”Hidung?”
”Satu Eyang.”
”Lobang hidung?”
”Dua Eyang....”
”Mulut?”
”Satu....”
”Bibir?”
”Dua Eyang.”
”Kepala?”
”Satu....”
”Tangan?”
”Dua....”
”Kaki....?”
”Juga dua Eyang....”
”Kau punya biji kemaluan....?”
”Dua Eyang,” dan dalam hatinya Wiro memaki tapi geli.
”Kau punya batang kemaluan?”
”Satu Eyang....” Wiro geli lagi dan memaki lagi.
”Nah.... itu semua membuktikan di dunia ini kehidupan manusia adalah tak ubahnya seperti bilangan dua dan satu, satu dan dua, dua satu dua dan seterusnya. Angka dua dan satu itu selalu ada melekat dalam diri manusia. Dan semuanya itu hanya diciptakan oleh Yang Maha Kuasa yakni Gusti Allah! Kehidupan dua dan satu ini, kehidupan dua satu dua ini, dan adanya dua satu dua ini tak bisa diingkari dan harus melekat dalam diri manusia! Manusia pasti akan merasakan senang susah, gembira sedih, kaya miskin, lapar kenyang, hidup mati, dan manusia juga musti percaya pada Yang Satu yakni Gusti Allah....”
”Tapi manusia yang picak, Eyang, matanya cuma satu, manusia yang buntung kakinya sebelah, berarti cuma punya satu kaki. Jadi dia tidak memiliki angka dua yang sempurna dalam dirinya....”
”Betul, meski begitu berarti dia cuma punya satu mata, punya satu kaki! Nah, bukankah ada juga melekat angka satu pada dirinya?! Aku sudah bilang sama kau bahwa dalam diri manusia musti ada angka dua dan satu itu! Apa kau masih kurang ngerti, goblok?!” Wiro diam, kata-kata gurunya itu memang betul.
”Sekarang berdirilah kau!,” perintah Eyang Sinto Gendeng. Wiro Saksana berdiri. Eyang Sinto Gendeng menyeringai dan tertawa cekikikan. Tiba-tiba dari balik pakaian hitamnya dikeluarkannya kembali kapak saktinya. Terkejut Wiro Saksana dan pemuda ini mundur beberapa langkah ke belakang. Sinto Gendeng menyeringai lagi, tertawa lagi hingga
kedua matanya berair.
“Kenapa kau terkejut....?” tanya Eyang Sinto Gendeng. “Kau takut?!”
“Eyang mau bikin cilaka murid lagi?!” tanya Wiro Saksana bersiap-siap. Dan nenek itu tertawa lagi melengking-lengking. Dia mundur sampai tujuh tombak ke belakang.
”Pejamkan matamu, Wiro!” perintah Eyang Sinto Gendeng pula.
”Tapi.... Eyang mau bikin apa?!”
”Eeee.... kunyuk betul kau! Aku suruh pejamkan mata malah banyak tanya!! Pejamkan matamu!” Wiro memejamkan matanya dengan ragu-ragu. Karena itu kedua mata itu dipejamkannya tidak rapat betul.
”Biar rapat!” hardik Sinto Gendeng. Dan Wiro terpaksa menutup matanya rapat-rapat.
“Buka bajumu!” Wiro membuka bajunya dan meletakkannya di tanah. Kedua matanya tetap memejam.
“Buka tangan kananmu, naikkan ke atas dan hadapkan telapaknya kepadaku!”, perintah Sinto Gendeng lagi. Wiro mengikuti perintah itu. Eyang Sinto Gendeng memegang mata kapak dengan tangan kanannya erat-erat. Salah satu jarinya kemudian menempelkan disatu bagian rahasia pada gading dekat kepala kapak yang terbuat dari besi putih itu.
”Apapun yang terjadi sekali-kali jangan buka kedua matamu dan sekali-kali jangan bergeser. Kecuali kalau kau mau mampus!”
”Eyang....”
”Diam! Gila betul!,” bentak Sinto Gendeng. Wiro terpaksa membungkam. Perempuan tua itu menekan alat rahasia dekat kepala kapak. Maka dari mulut naga-nagaan di hulu kapak melesat dengan suara menderu tigapuluh enam batang jarum putih. Ketiga puluh enam jarum itu mendarat dan menancap di dada kanan Wiro Saksana. Jarum-jarum ini menancap dengan teratur membentuk susunan angka 212. Pemuda itu menjerit keras. Tubuhnya rebah ke tanah! Sekali lagi Sinto Gendeng menekan alat rahasia dekat kepala kapak. Kini dua puluh empat batang jarum hitam meluncur dan menancap di telapak tangan sebelah kanan Wiro Saksana! Pemuda ini menjerit lagi karena tancapan jarum yang tigapuluh enam tadi telah membuat dia tak sadarkan diri!
Sebelum Wiro Saksana siuman, Eyang Sinto Gendeng sudah mencabuti jarum-jarum putih di dada pemuda itu, juga jarum-jarum hitam di telapak tangan kanan Wiro. Dan ketika Wiro sadarkan diri maka dilihatnya di kulit dadanya terukir deretan angka-angka 212 berwarna hitam kebiruan. Angka-angka yang sama juga juga terdapat di telapak tangannya. Bedanya angka-angka yang di telapak tangan ini agak kecil dan berwarna putih sehingga agak samar-samar kelihatannya.
........................................................................
”Kau akan segera berangkat, Wiro?”
Pemuda itu tak segera menjawab. Kemudian dia mengangguk perlahan.
”Ucapanku yang terakhir Wiro, mulai saat kau turun gunung ini, pakailah nama WIRO SABLENG. Itu lebih baik bagi kau. Gurunya GENDENG, muridnya SABLENG.” Dan habis berkata demikian si nenek tua ini tertawa mengikik lama dan panjang. Namun tertawa itu hanyalah untuk menyembunyikan hati yang rawan, sedih itu untuk membendung air mata yang hendak tumpah keluar!
”Eyang.... kapan kita bisa bertemu lagi?” tanya Wiro. Sang guru hentikan tertawanya.
”Selama langit masih biru, selama hutan masih hijau, selama air sungai masih mengalir ke laut, kita pasti bertemu lagi Wiro Sableng....!”
(Dikutip dari Kitab Serial Wiro Sableng, Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212, dalam episode : Empat Brewok dari Goa Sanggreng, karya Bastian Tito)
Labels: Cerita Ringan
03 January 2010
Tahun 2010 ini saya awali dengan melakukan perjalanan ke Kabupaten Merangin. Perjalanan yang cukup mengasyikkan, melelahkan dan juga memakan waktu satu tahun. Lho kok bisa ? Ya, karena berangkat pada tanggal 31 Desember 2009 hingga pulang kembali tanggal 3 Januari 2010. Jadi, dari tahun 2009 sampai 2010 kan satu tahun....
Sebenarnya perjalanan kali ini bukan murni inisiatif saya sendiri, cuma diminta ikut saja. Pada awal tahun baru ini DPW PKS Propinsi Jambi mengadakan acara MUKHAYYAM TARBAWI di Kabupaten Merangin. Acara dijadwalkan dari tanggal 1-3 Januari 2010 dan diikuti oleh anggota Kepanduan dan Kader-Kader PKS utusan dari setiap Kabupaten Kota di Propinsi Jambi. Acara ini merupakan pembekalan bagi kader dalam rangka Persiapan Penanggulangan Bencana. Bentuk acaranya berupa kegiatan perkemahan dan latihan-latihan keterampilan fisik dan mental. Sehubungan dengan itu, DPD PKS Kabupaten Muaro Jambi mengutus 5 kadernya, termasuk Pak Syahrul Sbg Ketuanya, untuk mengikuti acara tersebut. Adapun saya sendiri sebenarnya hanya ditugaskan untuk menyertai saja. Sekaligus sebagai penunjuk jalan dan tenaga bantuan cadangan.
Sebelum berangkat, pada hari kamis sore tanggal 31 Desember 2009 kami berkumpul dahulu di Sekretariat DPD PKS Muaro Jambi di Mendalo. Sekitar jam setengah empat sore rombongan berangkat dengan mini bus, kendaraan Operasional DPRD Kabupaten Muaro Jambi. Dalam mobil rombongan kami ini dimuati sembilan orang. Mereka antara lain: Bang Surya sebagai Driver Utama, Bang Saibani sbg asisten Driver. Adapun peserta Mukhayyam ada Pak Syahrul, Bang Fauzi, Akh Jaya dan Mas Supri Abu Khansa. Yang menariknya, si kecil Khansa juga ikut di mobil ini bareng sama Uminya. Itu anak lucu dan pintar banget ngomongnya. Asal nggak lagi tidur, nggak berhenti bercakap. Sebenarnya dia sama uminya mau ke rumah kerabatnya di Bangko. Penumpang terakhir ya saya sendiri.
Kami tiba di Kota Bangko sekitar jam setengah sebelas malam. Waktu itu hujan turun cukup deras. Terlebih dahulu kami mengantar Khansa beserta Umi & Abinya ke rumah kerabatnya. Setelah itu kami singgah sebentar ke Sekretariat DPD PKS Merangin. Karena acara Mukhayyam baru dimulai besok siangnya, maka kami harus bermalam dulu di Merangin. Kerena di DPD sepertinya tidak memungkinkan untuk menginap disitu, maka kami rombongan saya ajak ke rumah saya di Pamenang, sekitar 20 Km dari Bangko. Sekalian pulang kampung.
Perjalanan pun kami lanjutkan. Dibawah guyuran air hujan, mobil bergerak merayap menyusuri jalan pedesaan. Aspal yang licin, berlubang, dan tidak rata mengahalangi kendaraan untuk bergerak cepat. Rombongan tiba di rumah sekitar jam dua belas, jadi sudah masuk tahun 2010. Disana My Father rupanya udah menunggu.
Makanan dan minuman hangat sudah disiapkan. Sebelum istirahat kamipun makan (tengah) malam. Tampaknya rombongan sudah lapar banget. Walau makan cuma pake tahu goreng sama sambal cabe, tapi terasa lahap dan nikmat betul. Habis makan tidurpun nyenyak.
Jumat paginya perjalanan kembali dilanjutkan ke Kota Bangko. Sebelumnya segala amunisi dan logistik telah disiapkan, termasuk dua karung rambutan. Maklum, di kebun saya sedang banyak rambutan. Ada lima pohon rambutan yang berbuah lebat dan sudah masak hingga berwarna merah kehitaman. Saking banyaknya kalo dimakan sendiri juga nggak habis. Dijual di kampung juga nggak laku, karena masih kalah sama duku dan durian. Syukur kalo ada teman-teman yang mampir ke rumah bisa makan rambutan sepuasnya. Boleh juga kalo mau dibawa pulang.
Tiba di Bangko pas waktu shalat Jum’at. Rombongan dari Kabupaten lainpun juga sudah pada berdatangan. Nah, ba’da shalat Jum’at ini semua peserta Mukhayyam akan diberangkatkan ke lokasi acara, yaitu di Dam Betuk, 19 Km sebelah utara Kota bangko. Sebelumnya mereka harus berkumpul dulu di DPD untuk melakukan upacara pembukaan. Setelah berkumpul ternyata peserta mencapai 100 orang.
Usai pembukaan, peserta diangkut dengan dua armada Truk PS. Tiga kilometer menjelang sampai di tujuan, peserta diturunkan, dan diharuskan berjalan kaki menuju tempat acara akan digelar. Pastinya cukup melelahkan tapi tetap semangat.
Karena saya, Bang Surya dan Bang Syaibani tidak termasuk peserta, maka kamii cuma jalan-jalan aja dengan mobil mini bus. Jumat sore kami bertiga ke Kota Bungo. Malam harinya kami menginap di rumah saudaranya Bang Surya. Sepanjang hari Sabtu kami habiskan di Bungo. Sempat juga mengunjungi tempat Wisata Semagi, sungai di tengah hutan dengan arus air dan jeram yang deras dan batu-batu sebesar kerbau.
Hari ahad pagi ba’da shubuh tanggal 3 Januari 2010, kami bertiga baru ke Bangko lagi menjemput rombongan. Ternyata acara Mukhayyam baru selesai jam 11 siang. Rombongan bisa kembali berangkat ke Muaro Jambi jam 3 sore. Di perjalanan masih sempat mampir di Sungai Baung, Sarolangun, di rumah mertuanya Mas Zainal. Eh, disana kami diberi empat karung duku yang masih segar dan manis. Sepertinya baru saja dipetik dari pohonnya. Terus, dibagi-bagi deh itu duku ke semua anggota rombongan. Jam setengah sembilan malam sampailah kami di Muaro Jambi. Capek deh, tapi menyenangkan..............