29 August 2009

Kantor Pemerintahan Desa Tambang Emas

SD Negeri 149 Pamenang Selatan, tempatku dulu menimba ilmu

Nonton Sepak Bola menyambut 17 Agustus.
Latar Belakang tower XL & Indosat, tampak dari timur.

Nonton Sepak Bola menyambut 17 Agustus.
Latar Belakang tower Indosat
, dari arah barat.

Nonton yang nonton. tampak dari arah utara.

Ibu-ibu pun semangat main bola voli.
Lokasi di belakang Kantor Polsek Pamenang Selatan


Main Bola di halaman rumah bareng adik-adik.....

Bapak juga gak kalah semangat main bola bareng anak-anaknya

Ini Selo, adikku, nyengir kecapekan habis main bola.






26 August 2009

Tambang Emas



Aku bukan mau cerita tentang suatu tempat yg berkaitan dg akivitas penggalian bahan-bahan mineral dari dlm tanah. Bukan, bukan itu....tapi ini sebuah desa bernama Tambang Emas, masih termasuk dalam wilayah Kecamatan Pamenang Selatan, Kabupaten Merangin. Namanya memang tak seperti umumnya desa, namun memang itulah namanya. Aku gak tau siapa yg dulu ngasih nama itu. Mungkin para sesepuh desa zaman dahulu. Menurut perkiraanku pemberian nama desa itu kemungkinan besar ada kaitannya dengan sejarah desa ini. Dan desa ini tak lain adalah kampung dimana diriku ini dilahirkan oleh emakku 27 taon lalu.

Desaku yg kucinta ini merupakan daerah transmigrasi yang dibuka oleh pemerintah zaman orde baru sekitar era 80-an. Menurut sejarahnya, Bapak dan Emakku hijrah dari jawa ke kampung ini tahun ’81, dengan niat awal ingin mendapatkan penghidupan yang lebih baik daripada di jawa yang sudah semakin sumpek. Mayoritas penduduk kampungku memang transmigran dari jawa. Karena dulunya transmigrasi ini program pemerintah, maka tak heran jika selama bertahun-tahun, ketika pemilu, kebanyakan masyarakat adalah pendukung fanatik partai pemerintah yang berkuasa saat itu dengan alasan telah berhutang budi pada pemerintah. Padahal memang itulah tugas pemerintah utk mensejahterakan rakyatnya. Tapi tampaknya sekarang masyarakat lebih heterogen sikap politiknya.

Kembali ke sejarah nama desaku ini. Penduduk desa kebanyakan bermata pencaharian sebagai petani. Pada awalnya mereka bertani dengan menanam tanaman pangan dan sayuran. Tetapi karena penghasilannya dirasa kurang mencukupi, maka mereka juga menambang emas secara tradisional yg lebih dikenal dg mendulang. Dan ini memang sebuah berkah atau entah apa, yg jelas tanah dan sungai-sungai di desaku ini banyak mengandung butiran-butiran emas. Hanya dengan peralatan sederhana berupa cangkul dan dulang dari kayu, maka bisa didapatilah emas. Mungkin inilah latar belakang desa ini dinamakan Tambang Emas.

Tapi itu cerita zaman dahulu. Sekarang hampir tak ada lagi yang mendulang emas. kalaupun ada mungkin cuma satu atau dua orang, hanya sekedar untuk menambah penghasilan. Sejak tahun 90-an masyarakat beralih menjadi petani kelapa sawit. Bahkan tidak hanya di ladang, pekarangan rumah pun yang dulu biasa ditanami sayur-sayuran, kini banyak yg ditanami kelapa sawit. Alhamdulillah mereka kini telah menikmati hasilnya dan semakin makmur hidupnya. Sarana komunikasi cukup tersedia. Akses ke dan dari berbagai daerahpun semakin mudah, apalagi setelah pemekaran wilayah, desaku sekarang jadi pusat kecamatan. Ini patut disyukuri walaupun masih banyak yg perlu diperbaiki. Karena pada kenyataannya kemakmuran tanpa diimbangi ilmu agama akan menyebabkan ketimpangan. Gaya hidup konsumtifnya luar biasa, padahal banyak yg hanya mengandalkan hutang. Pergaulan anak-anak mudanya sudah hampir melebihi masyarakat kota. Jadi, masih luas lahan dakwah di sini.

Terlepas dari sifat-sifat negatif itu, desaku ini termasuk kampung yang ramah dan damai. Sifat gotong-royong dan tolong menolong antar tetangga masih terasa sekali. Beberapa pekan lalu ketika aku mudik kekampung, aku sempat mengabadikan gambar beberapa sudut desa yang menurutku bisa kuceritakan. Kupersilahkan teman-teman melihat-lihat gambar hasil jepretanku dengan KODAK pinjaman dari Pak Syahrul. Bilamana ada waktu teman-teman berkunjung ke desaku, jgn lupa mampir ke rumahku. Sekedar air putih untuk minum tersedia kok.


Ini jalan menuju ke kampungku, membentang dari utara ke selatan.
Aspalnya rusak parah karena dah 20 taon sejak diaspal lom pernah diperba
iki.


Masuk gang ke kanan itu ke arah rumahku.
Terlihat banyak dipasang umbul-umbul, karena menjelang 17 agustus


Jalan menuju rumahku. Tampak dari arah barat ke timur


Sebelah kanan yg ada umbul-umbulnya itu ada rumahku


Ini di rumahku, eh...maksudku rumah Bapakku. aku kan masih numpang ma ortu.
Tampak depan dari arah selatan ke utara


Malam hari



Rumah Trans yg aslinya kayak gini. Sengaja nggak dibongkar sama Bapak. Sekarang jadi gudang


Musholla di kampungku. Gak terlihat seperti musholla pada umumnya, malah kayak rumah tempat tinggal.
Kira kira 200 meter dari rumahku. Jalan di sebelah kiri itu kalo lurus terus, sampai mentok di depan r
umahku. Tampak dari arah selatan ke utara