22 July 2009
[ HR. Muslim]
Begitulah sabda Rosululloh. Nah, demi menjalankan sunnah Beliau tersebut maka ketika ada undangan untuk menghadiri walimatul ursy Ukhti Ani, pada hari ahad 19 juli kemarin, kami berdua (saya dan Akh Agung) pergi ke Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Acara walimahan-nya memang diadakan disana dan disanalah Ukhti Ani tinggal. Beliau dulu adalah teman kami satu kampus. Kabarnya, dia dapat suami seorang ikhwan dari
Banyak kisah menarik dan pelajaran yang bisa saya ambil dari perjalanan kami kemarin. Berikut ini akan saya ceritakan.
Sabtu siang, 18 Juli selepas sholat zhuhur saya mempersiapkan perlengkapan untuk perjalanan. Pakaian secukupnya untuk tiga hari dan uang saku seadanya. Pada awalnya saya tak ada rencana sama sekali pergi ke Tanjabtim karena sebenarnya yang dapat undangan adalah Akh Agung. Waktu itu dia bilang, “Mas, ikut aja yuk, sekalian biar saya ada kawannya”. Saya pun memutuskan untuk ikut karena saya rasa ini akan jadi perjalanan dan pengalaman menarik. Ini adalah kali kedua saya akan menginjakkan kaki di bumi Tanjabtim. Yang pertama ketika ada acara sosialisasi Survey Minyak Tanah Bersubsidi tahun 2008 lalu di kantor Bupati Tanjabtim.
Sekitar jam setengah tiga sore, dengan mengendarai Revo-nya Akh Agung kami pun berangkat dari
Perjalanan memakan waktu sekitar dua jam. Jam setengah
Sampai di rumah, saya disambut dengan keramahan dan suasana akrab oleh kedua orang tua Akh Agung. Begitulah memang potret masyarakat pedesaan yang bersahaja. Tampaknya mereka begitu gembira dengan kedatangan anaknya, walaupun hampir tiap pekan Akh Agung pulang kampung. Sebenarnya wajar saja karena dia itu anak semata wayang satu satunya, kebanggaan keluarga, calon sarjana pertanian, masih lajang pula. (Hayooo… siapa berminat? Nanti saya comblangin).
Malam harinya kami menyempatkan diri mengunjungi rumah Mas Siswantoro. Dia juga salah satu dari kami bertiga yang sama-sama tinggal di markas DPD PKS Muaro Jambi. Rumahnya masih tetangga satu desa tapi beda dusun. Beberapa hari sebelumnya sesudah ujian semester di kampusnya, dia memang sudah pulang kampung duluan. Disana kami membahas rencana besok paginya untuk berangkat bareng ke Nipah Panjang.
Hari ahad jam sembilan pagi kami pun meluncur ke TKP(Tempat Kejadian Pernikahan). Dengan dua motor kami berangkat berempat, yaitu saya sendiri dibonceng Mas Siswantoro dengan Vega R-nya. Sedangkan Akh Agung memboncengkan Akh Ardi dengan Revo-nya. Dalam perjalanan kami melewati beberapa wilayah kecamatan. Start dari Kecamatan Dendang, berjalan melalui Sabak Timur dan Rantau Rasau. Di Desa Bandar Jaya Kecamatan Rantau Rasau, kami sempat mampir di pasar untuk beli kado. Perjalanan pun kami lanjutkan. Cukup jauh dan melelahkan. Dengan kecepatan motor yang tinggi membuat saya yang dibonceng di belakang merasa seperti terbang, ditambah lagi kondisi jalan yang kasar dan masih berupa tanah yang dilapisi dengan batu-batu kerikil yang tajam. Buntut ini terasa sakit dan perut terasa diguncang-guncang.
Satu pengalaman baru saya dapatkan ketika kami harus menyeberangi sungai dengan perahu sewa-an. Rupanya ini memang sudah lazim dilakukan di
Jam sebelas siang sampailah kami di tujuan. Di
Kedua mempelai didudukkan berdampingan di pelaminan di depan para tamu undangan setelah terlebih dahulu sungkem dihadapan orang tua dan mertua baru mereka. Sementara itu masing-masing kedua orang tua mempelai duduk di kanan-kirinya. Di sebelah pelaminan ada panggung tersendiri yang diatasnya sudah disiapkan alat musik organ tunggal. Dua orang biduanita pun sudah stand by, siap menjalankan tugas.
Sebenarnya prosesi perkawinan adat jawa itu cukup rumit, biasanya pake ada nginjak telor segala, tapi kali ini tampaknya sudah disederhanakan. Bahkan bisa dibilang tanggung. Contohnya saja, walaupun acara walimah dilakukan dengan adat jawa, namun ternyata baik pembawa acara maupun kata-kata sambutan dan nasihat pernikahannya memakai bahasa nasional dicampur bahasa melayu dengan pantun-pantunnya yang khas. Memang wajar sih, karena masyarakat di sekitar sono emang ber-ragam latar belakangnya, tidak hanya etnis jawa saja.
Menjelang waktu zhuhur, setelah puas menikmati hidangan yang disediakan tuan rumah, kami pun berpamitan dengan yang punya hajat. Tak lupa kami pun memberikan sekedar kado kenang-kenangan dan ucapan selamat kepada kedua mempelai:
Kami ber-empat (yg semuanya masih jomblo) juga berdoa dalam hati semoga bisa segera mengikuti jejak mereka untuk menunaikan setengah Dien ini. Aamiin.
Labels: Pengalaman
5 comments:
ya.. wajib tuh, apabila ada orang mengundang wajib kita datang, kalo nggak datang dosa lho......
alhamdulillah... umat muslim kayaknya mau tambah lagi nih... terus kapan dong mas joko gilirannya
>Rony : Iyya Mas Rony... kalo gak ada uzur memang wajib... :-)
>Fahrizal : Bntar lagi Mas, insyaAlloh... mohon doanya
Terimakasih semuanya.... udah mampir di Blog saya. disini agak sepi
Assalamu'alaykum
Wah Kang, ane temen lamanya akh Agung
apa kabar dia ya...
ana bisa minta nomor Hp nya ndak?
ana ganti Hp sich, jadi nomor dia ilang...
Jazakallah...
Jazakallah Kang...
salam ukhuwah...
Post a Comment